Hanbin masih terus memandangi Zhanghao yang sedang membayar snack di dalam kasir minimarket tersebut. Ia duduk di luar minimarket sambil menutupi wajahnya dengan hoodie yang sedang ia kenakan.
Kriiet…
Pintu minimarket itu terbuka, Zhanghao yang terlihat sedang memainkan handphonenya tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Hanbin yang menyadari itu sedikit curiga dengan seorang lelaki yang berada tidak jauh darinya berjalan mengendap-endap mendekati Zhanghao.
Entah apa yang dipikirkannya, tiba-tiba Hanbin yang merasa ada kejahatan yang datang itu mengikuti seorang lelaki yang juga sedang berjalan di belakang Zhanghao. Saat sudah lumayan jauh dari minimarket, Zhanghao terduduk di bus halte yang sudah terlihat sangat sepi.
Hanbin bersembunyi di balik pohon besar yang berada tidak jauh dari halte bus tersebut. Ia terus memandangi Zhanghao yang sedang duduk berdua dengan lelaki yang sedari tadi mengikutinya. Saat hendak berdiri dari tempat duduknya, lelaki itu mencoba menghadang Zhanghao.
Mengeluarkan sebuah pisau kecil dari saku celananya, lalu lelaki itu mengarahkan pisaunya tepat di wajah Zhanghao. Melihat itu, tidak berpikir panjang Hanbin menghampiri mereka berdua. Dengan berjalan pelan dan santai, ia menarik keatas bagian lengan hoodienya. Dari arah belakang, Hanbin mengarahkan telunjuknya ke bibirnya menandakan untuk menyuruh diam. Zhanghao yang sadar akan keberadaan Hanbin yang tiba-tiba itu terlihat sedikit kebingungan.
Keringat yang sudah membasahi pelipisnya membuat dirinya terus merasa ketakutan dengan seseorang yang masih mengarahkan pisau kecil padanya.
"Apa yang lo mau?"
"Kasih semua barang berharga yang lo bawa, termasuk hp lo ini." tegas lelaki itu pada Zhanghao.
Semakin mendekat, Hanbin menggenggam tangannya erat. Tanpa sepatah kata apapun, ia menarik pundak lelaki itu dan mengarahkannya untuk berhadapan langsung dengannya. Jari jarinya yang sedari tadi sudah menggenggam erat, ditambah lagi terlihat jelas otot-otot di lengannya.
Tanpa hitungan detik, Hanbin melayangkan pukulannya tepat di wajah lelaki itu berkali kali. Belum sempat melawan, lelaki itu tersungkur di jalanan. Pisau kecil yang dibawanya, sudah terlempar jauh. Zhanghao yang melihat itu langsung berdiri untuk memperingati Hanbin yang terus menerus memukuli lelaki penjahat ini.
"Stop, lo sama aja mau ngebunuh orang."
Hanbin menghentikan pukulannya, menoleh ke arah Zhanghao yang terlihat semakin gelisah. Setelahnya Hanbin berdiri, ia menendang badan lelaki penjahat ini yang sudah tidak berdaya. Lalu menghampiri Zhanghao yang masih mematung di tempatnya.
"Dia penjahat, dan dia layak dapet ini." pintasnya.
"Lo kenapa malah di halte? Bukannya lagi ada pesta?" tanyanya memastikan.
"Udah selesai, dan gue mau mesen ojek."
Menjawab pertanyaan dari Hanbin, membuatnya sedikit merasa canggung karena ini pertama kalinya dia bertemu langsung dengan kakak tingkatnya yang selalu iri pada kehidupannya itu.
"Mana ada ojek udah jam dua belas lewat begini," ujarnya terkesan mengejek.
"Ya pasti ada, setidaknya ada satu."
Hanbin membersihkan tangannya yang kotor, ia juga mengusap hoodienya pelan sambil merapikan rambutnya yang berantakan.
"Yaudah tunggu aja disini sampe pagi, kalo aman ya bisa sampe pagi disini sih kalo engga kan beda lagi," ujarnya.
pasti nih anak takut sendirian disini, batinnya dalam hati.
"Lo sendiri ngapain juga ke halte? Mau nyari apaan? Mau nunggu bis malem malem begini?" tanyanya tiba-tiba.
Hanbin yang bingung untuk menjawab, mencoba mencari alasan ia datang ke halte bus.
"Tadi gue disuruh bapak bapak di warung untuk ke halte nyari temennya, kasian bapak bapaknya keliatan capek kalo harus jalan sejauh ini. Gue sih bawa motor, jadi ga perlu nunggu tumpangan." balasnya sambil menyeringai tipis.
"Gue...bareng sama lo please!"
Zhanghao bertekad mengatakan itu, mau bagaimana lagi ia juga tidak punya pilihan selain ikut numpang dengan kakak tingkatnya ini.
"Lo tunggu sini."
Tanpa meng-iyakan apa yang diucapkan oleh Zhanghao, ia beranjak pergi meninggalkan Zhanghao sendiri di halte bus.
Zhanghao yang tidak mau ditinggal sendirian, ia menyusul berjalan di belakang Hanbin. Sedikit parno dengan apa yang baru saja dialami, dia tidak mau sendirian lagi saat malam-malam.
Sesampainya di warung, Hanbin berniat berpamitan dengan para bapak-bapak dan Bu Irma yang masih berjaga di warungnya.
"Bu Irma, Hanbin pamit pulang dulu. Pak Dion makasih kopinya, pamit pulang duluan yak."
Sebelum membalikkan badannya untuk bergegas keluar dari warung, "Nak Hanbin, tumben kesini bawa pacarnya. Kok ga dikenalin sama ibuk, pacarnya cantik begitu kenapa dibiarin di luar toh." Hanbin langsung membalikkan badannya untuk melihat apa yang ada di luar warung Bu Irma.
Dan benar saja, sedari tadi Zhanghao mengikutinya. "Bukan buk, itu cuma temen." dengusnya kesal.
Tidak lama kemudian, Hanbin keluar dari warung dan segera memakai helmnya lalu menaiki motornya yang ia parkirkan di depan warung. Disusul dengan Zhanghao yang juga ikut menaiki motor tersebut.
"Ini lurus aja, terus ada lampu lalu lintas belok kiri. Nanti ada perumahan pondok indah."
Hanbin yang sudah mengetahui posisi rumahnya segera menancap gas pada motornya. Terlonjak kaget karena motor yang ditumpanginya melaju kencang, Zhanghao memegangi bagian belakang motor tersebut. Tetapi karena jalanan yang semakin sepi membuat Hanbin menambahkan kecepatan pada motornya. Zhanghao yang merasa ketakutan, memindahkan tangannya yang awalnya berada di belakang motor sekarang berpindah memegangi hoodie Hanbin.
Dari kaca spion motornya, Hanbin melihat jelas raut muka Zhanghao yang ketakutan. Ia pun menurunkan kecepatannya. Melihat wajah Zhanghao dari dekat, sejenak ia teringat omongan Bu Irma tadi. Memang benar, Zhanghao malam ini terlihat cantik atau mungkin saja itu pengaruh dari make up tipisnya.
“Ini rumah gue.”
Setibanya di rumah milik Zhanghao, tampak dari depan saja membuat Hanbin kagum melihat dekorasi rumahnya yang terkesan mewah. Lalu ia parkirkan motornya di depan gerbang rumah milik Zhanghao. Tidak lama, papinya muncul dari dalam rumah itu dan menghampiri anaknya yang berada di luar gerbang.
"Kamu ini katanya ga sampe malem, terus mana gisel sama somi? Katanya bareng sama mereka berdua." tegasnya.
"Maaf ya papi, tadi kak somi sama gisel pulang duluan." jawabnya dengan terpatah-patah.
"Terus kamu pulang sama siapa ini?"
Hanbin yang merasa sedang dibicarakan pun turun dari motornya. Ia melepas helm miliknya, setelah itu mengaca pada spion motornya untuk merapikan rambut. Saat hendak menghampiri Zhanghao dan papinya itu, langkah Hanbin berhenti sejenak. Legam hitamnya membelalak kaget, ternyata seseorang yang baru saja ia bantu di toko roti tadi adalah Ayah Zhanghao.
Kemudian ia melangkahkan kembali langkah kakinya mendekati keduanya. "Loh kamu kan yang tadi bantuin saya pas mau beli kue tart tadi." Sambil menunjuk pada Hanbin, saat itu Zhanghao mengerutkan dahinya kebingungan.
"Ini loh yang papi bilang tadi, ada anak muda ganteng yang bantuin papi beli kue ulang tahunmu." celetuknya bahagia.
"Dia temen kamu Hao?" lanjutnya.
Ketika Hanbin hendak menjawab, "Ini pacar aku papi, yang aku sering ceritain sama papi waktu itu." Hanbin menoleh pada Zhanghao, ia terkejut mendengar ucapan Zhanghao barusan. Saat mau menyangkal, Zhanghao mencubit kecil pinggangnya lalu dia berusaha untuk membuat Hanbin tutup mulut.
"Lho ini pacar kamu? Seleramu juga bagus dapet modelan begini. Namanya siapa?"
"Saya Hanbin om," ujarnya sambil tersenyum malu.
"Jangan panggil om lagi, panggil saya Papa aja kan kamu pacar anak saya." candanya sambil menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Salam kenal nak Hanbin, semoga kamu bisa menjaga anak saya yang ceroboh ini. Jangan sungkan sungkan sama Papa. Sini mampir ke dalem dulu."
Zhanghao juga ikut tersenyum pahit, sebenarnya dia tidak ingin melakukan ini tetapi Papinya itu selalu aja meminta ingin dikenalkan pada pacarnya yang padahal Zhanghao selama ini hanya berbohong.
"Ga usah Pa, ini udah malem saya mau pulang saja," timpalnya.
"Ya sudah, besok kembali kesini lagi. Saya pengen lebih kenal sama pacar anak saya ini. Ya?"
Zhanghao menyikut Hanbin menyuruhnya untuk segera menjawab pertanyaan Papinya.
"Oh iya Papa Zhang, besok minggu saya free kok." jawabnya kaku.
mau nolak juga ga enak, anjing memang Zhanghao! batinnya dalam hati lagi.
"Nah gitu, saya pengen lebih kenal sama calon mantu saya."
Lagi-lagi Hanbin tersenyum palsu, sambil mengangguk anggukkan kepalanya ia kembali berjabat tangan pada pria itu.
"Saya pulang dulu ya, sampai ketemu besok," katanya sambil merekahkan senyuman.
Saat membalikkan badannya, tiba-tiba Zhanghao menarik hoodienya. Ketika sudah berbalik badan Zhanghao memeluknya erat, Hanbin juga dapat mencium aroma manis yang keluar pada tubuh Zhanghao. Ini adalah pengalaman pertama kalinya ia dipeluk oleh seseorang selain ibundanya.
Zhanghao melepaskan pelukan itu,
Salam buat gue mana, cepetan biar keliatan pacaran beneran, itulah gerakan mulut Zhanghao yang bisa Hanbin pahami.
"Aku pulang dulu ya..."
Sayang. Zhanghao menggerakkan mulutnya lagi tanpa suara.
"Aku pulang dulu ya sayang, sampai ketemu lagi."
Zhanghao tersenyum puas, wajahnya memerah seakan puas telah mengerjai kakak tingkatnya itu. "Dadah sayang sampai ketemu besok, jangan kelamaan ya datengnya nanti aku kangen." sambil menge-poutkan bibirnya yang semerah buah ceri itu.
Tanpa Hanbin sadari, sudah dari awal wajahnya memerah seakan tersipu malu dengan apa yang baru saja ia dengar. Selama ini juga Hanbin tidak pernah memiliki pasangan dalam hidupnya. Jadi mendengar ucapan Zhanghao yang terbilang romantis itu membuat jantungnya berdegup kencang.
Setelah itu Hanbin kembali menaiki motornya dan memakai helmnya. Ia membunyikan klakson motornya menandakan akan segera berpamitan. Kemudian Zhanghao dan Papinya itu melambaikan tangannya, dapat dilihat dari kaca spion motornya saat itu Zhanghao menjulurkan lidahnya berniat mengejek.
Hanbin menghela nafasnya berat didalam helmnya itu. Sepanjang perjalanan, ucapan Zhanghao masih terngiang-ngiang di kepalanya bahkan sekarang perutnya terasa geli mendengar ucapan tadi.